Wednesday, September 3, 2008

PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN WILAYAH

PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN

Tuhan telah menganugerahkan dunia ketiga, sebagaimana Barat menyebut negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, Sumberdaya Alam yang luar biasa besar. Bahkan seorang ekonom Barat mengatakan, " God has made a mistake" karena Sumberdaya Alam dunia lebih banyak berada di wilayah ini. Kesejahteraan atau kemakmuran adalah akibat dari terjadinya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi itu sendiri menuntut adanya keterkaitan antara Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Modal sehingga melahirkan output yang memberikan manfaat daerah. Ketika ketiganya belum bertemu dan terkait, maka pertumbuhan ekonomipun tidak terjadi. Pertumbuhan ekonomi masih sebatas Potensi. Selain aspek pemerataan dan stabilitas ekonomi, sasaran penting dari pembangunan ekonomi adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini dianggap penting karena secara implisit pertumbuhan ekonomi menunjukkan kualitas kinerja ekonomi yang sesungguhnya, seperti tingkat investasi, besaran penyerapan tenaga kerja, jumlah output, dan peningkatan pendapatan daerah. Negara atau daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendeskripsikan kemampuan negara atau daerah untuk menyejahterakan rakyatnya, ceteris paribus.

I.1. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Yustika (2006:254) ada dua pendekatan pertumbuhan ekonomi, yaitu pendekatan statis dan pendekatan dinamis. Pendekatan statis adalah pertumbuhan ekonomi tanpa adanya perubahan (peningkatan) teknologi (Yeager, 1998:36). Dalam pendekatan ini pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tiga variabel yakni: tabungan, investasi, dan penduduk. Tingkat tabungan yang tinggi akan memacu investasi, kemudian investasi tersebut akan menyerap tenaga kerja, selanjutnya tenaga kerja (plus modal:alat-alat, mesin) akan menghasilkan output. Pertumbuhan output inilah yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Dalam teori perumbuhan ini inefisiensi terjadi jika tenaga kerja belum digunakan secara penuh (full employment) atau mungkin tingkat tabungan dan investasi sangat rendah yang disebabkan karena ketakutan adanya kebijakan nasionalisasi atau faktor lain. Untuk mengatasi hal ini, inefisiensi, maka diatasi dengan meningkatkan spesialisasi dan pembagian tenaga kerja. Dalam produksi mobil misalnya bisa dibagi menjadi tiga bagian pembuatan kerangka, pemasangat perlengkapan mobil, dan pengecekan akhir. Dengan pembagiana kerja ini seorang pekerja hanya dituntut untuk menguasai pekerjaan di divisinya saja (spesialisasi). Dengan rentang pekerjaan yang tidak terlalu luas, dipastikan pekerja akan mampu menguasai pekerjaan tersebut dengan baik sehingga tingkat produktifitas dan mutu pekerjaan semakin tinggi. Jadi, efisiensi dan produktifitas dalam teori ini tidak harus dilakukan dengan menambah sumberdaya maupun mengubah teknologi, tetapi cukup dengan mempraktikkan pembagian pembagian kerja (spesialisasi).
Pendekatan pertumbuhan ekonomi yang kedua adalah pendekatan dinamis. Pendekatan pertumbuhan ini menekankan pada penguasaan dan penggunaan teknologi baru. Teori ini mendesain model pertumbuhan yang dapat menangkap peran ilmu pengetahuan dan ide-ide untuk mempercepat inovasi dan perubahan teknologi. Pertumbuhan ekonomi dari sudut pandang ini bisa dicapai dengan dua cara: meningkatkan jumlah sumber daya dan meningkatkan kualitas(produktifitas) sumber daya. Cara yang pertama berdasar pada asumsi input besar maka output juga besar, sedangkan cara yang kedua berdasar pada asumsi input tetap mampu menghasilkan output besar. Yang kedua ini disebut juga dengan 'pertumbuhan intensif' atau nama lain dari 'new growth theory' yang menjadi kunci peningkatan standar hidup secara sistematis dari waktu ke waktu karena sumber daya yang tersedia digunakan secara maksimal (intensif) sehingga diperoleh output yang lebih besar. Dengan peningkatan teknologi, meskipun kuantitas input tetap perekonomian dapat bergerak melewati batas maksimal produksi.






I.2. Permasalahan
Dari latar belakang diatas yang masalah yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah:
a. Bagaimana teknologi dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu?
b. Bagaimana pendidikan bisa selaras dengan tuntutan dan kebutuhan daerah?
c. Bagaimana pendidikan bisa berkontribusi dalam pengembangan daerah?

II. Tinjauan Pustaka dan Pembahasan

Menurut Yeager (1994: 47-49 in Yustika, 2006:262) ada tiga cara: Pertama, sebuah negara harus memercepat dan memperkuat kreativitas manusia (human creativity); kedua, mengupayakan agar pasar modal berfungsi dengan baik; ketiga, menciptakan lingkungan yang kompetitif. Dari ketiga hal tersebut yang paling dominan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di negara maju adalah cara pertama. Sehingga sering dijumpai divisi Research and Development di negara maju selalu dominan baik dalam hal kewenangan maupun alokasi anggaran. Percepatan dan penguatan kreativitas manusia hanya bisa ditempuh melalui dunia pendidikan. Pada titik inilah maka dunia pendidikan harus bisa menjawab kebutuhan dunia usaha yang terkait dengan potensi daerah atau wilayah. Pendidikan merupakan elemen kunci bagi percepatan pengembangan teknologi (Yustika: 266). Bahkan, berdasarkan penelitian Thomas (2001:253) disebutkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi pendidikan yang tidak merata dan berkesinambungan memiliki dampak negatif terhadap pendapatan perkapita di kebanyakan negara. Sehingga, peningatan kemampuan dan pendidikan diharapkan menjadi elemen penting bagi proses crative destruction sehingga pertumbuhan ekonomi bisa lebih mudah dicapai.
Salah satu tujuan dari negara ini, sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu sehingga mempunyai keterampilan hidup (life skills) dan kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, serta mendorong tegaknya masyarakat modern, inovatif dan berdaya saing. Namun pendidikan dirasa belum mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, sehingga pembenahan terus dilakukan. Pendidikan diharapkan mampu untuk mengakomodasi keunggulan lokal sehingga bisa digunakan untuk menjawab tantangan dalam persaingan global. Pemikiran mengenai desain pendidikan seperti ini mengarah dan mendorong diupayakannya strategi desentralisasi pendidikan. Pada tulisan ini akan dibahas pertama mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, kemudian kedua renstra depdiknas dalam kaitannya dengan amanat desentralisasi pendidikan, terakhir implementasi dari hubungan antara otonomi daerah, desentralisasi pendidikan dan perencanaan pendidikan.
II.1. Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi pendidikan merupakan konsep yang telah dipikirkan sejak lama, bahkan sudah sejak pemerintahan pertama di negara ini. Konsep ini telah menjadi kebijakan resmi negara sejak tahun 1947, dengan terbitnya UU No. 32/1947, di mana daerah berhak menyelenggarakan pendidikan sesuai kebutuhannya, terutama bidang pertukangan dan kepandaian puteri (Soedibyo: 2005). Kewenangan yang lebih luas lagi diberikan 3 tahun kemudian lewat UU No. 4/1950 dan jabarannya dalam PP No. 65/1951 yang mendesentralisasikan pengelolaan pendidikan (dasar) kepada daerah dan hak bagi pihak swasta untuk ikut mendirikan sekolah.
Meski desentralisasi yang dilakukan saat itu masih terbatas , rintisan itu dikembangkan pada masa Orde Baru. UU No. 5/1974 (Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah), UU No. 2/1989 (Sistem Pendidikan Nasional) dan PP No. 28/1990 (Pendidikan Dasar) adalah sebagian instrumen legal yang mendasari inisiatif desentralisasi. Arsitektur pembagian kewenangan tampak lebih jelas, yakni daerah (melalui Dinas) mengurus pengadaan gedung dan penyediaan tanah untuk sekolah, sementara pusat (melalui Kanwil/Kandep) bertanggung jawab atas pengadaan guru, kurikulum dan perlengkapan pendidikan. Menyangkut kurikulum, daerah juga diberi hak untuk menambah muatan lokal dalam porsi yang ditetapkan pusat.
Melalui UU No. 22/1999 maupun hasil revisinya dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan bukan saja termasuk urusan yang didesentralisasikan, tetapi bahkan menjadi urusan wajib yang harus diupayakan oleh daerah; hal ini terlihat dalam Pasal 11 ayat 2 UU No. 22/1999 dan Pasal 14 ayat 1 UU No. 32/2004. Ini artinya, pertama, pusat wajib menyerahkan penyelenggaraan urusan itu kepada daerah; kedua, daerah tidak bisa menolak dengan alasan apa pun untuk menyelenggarakannya. Meskipun dalam perjalanannya jika pemerintah kota/kabupaten tidak mampu untuk mengimplementasikan akan di ambil alih oleh pemerintah provinsi, PP no. 25 tahun 2000. Berdasarkan UU no. 20/2003, Undang-Undang Sisdiknas, yang disahkan tanggal 11 Juni 2003, terdapat paling tidak sembilan belas pasal yang menggandengkan kata pemerintah dan pemerintah daerah, yang konotasinya adalah berbagai kebijakan dalam pembangunan pendidikan hendaknya selalu mengawinkan kepentingan nasional dan kepentingan lokal (daerah) sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing peserta didik, dilaksanakan secara efisien dan efektif (Muslim: 2006). Mulai dari hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, sampai kepada hak regulasi dalam mengatur sistem pendidikan nasional. Secara singkat dapat disebutkan, misalnya dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 10 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada Pasal 34 ayat (2) disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Pada Pasal 44 ayat (1) disebutkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Ayat (3) pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarkan oleh masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 49 ayat (1) disebutkan dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Ayat (4) dana pendidikan dari pemerintah kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan masih banyak lagi pasal-pasal lain yang memberikan aksentuasi kepada pemerintah daerah yang diharapkan nantinya pengembangan pendidikan di tingkat lokal akan lebih efektif jika dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama kelompok masyarakat. Sebab jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah, berbeda satu sama lain. Itulah sebabnya pada Pasal 50 ayat (4) disebutkan bahwa pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengelola satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
Untuk menjawab tuntutan dari perundang-undangan tersebut dan agar Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang datang, maka Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku badan yang melakukan perencanaan nasional menuangkan program-program Depdiknas ke dalam 15 program (lihat Tabel 1.1). Sementara itu, Depdiknas selaku bagian dari pemerintah yang mendapat amanat untuk melakukan pengembangan manusia dari sisi pendidikan pun telah membuat 39 kegiatan pokok (lihat Tabel 1.1) yang pada intinya mengacu pada misi pembangunan nasional. Ke-39 kegiatan pokok dari Depdiknas ini dapat dikelompokkan pada 15 program dari Bappenas, sebagaimana bisa diliha dalam tabel berikut ini:




]Tabel 1.1 Program Penguatan Kebijakan Depdiknas dengan RPJM Bappenas
Program Bappenas

Kegiatan Pokok Depdiknas
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) – TK, RA, KB, TPQ

8. Perluasan akses PAUD
2. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun – SD, MI, SMP, MTs

1. Pendanaan biaya operasional Wajar Dikdas 9 tahun
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan wajar
3. Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan
4. Perluasan akses pendidikan wajar pada jalur nonformal
6. Perluasan akses SLB dan sekolah inklusif
7. Pengembangan sekolah wajar layanan khusus bagi daerah terpencil, berpenduduk jarang dan terpencar, bencana, konflik, serta anak jalanan.
3. Pendidikan Menengah

10. Perluasan akses SMA/SMK dan SM terpadu
21. Pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap kab/kota
22. Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap provinsi dan/atau kabupaten/kota
4. Pendidikan Tinggi

11. Perluasan akses PT
23. Mendorong jumlah jurusan di PT yang masuk dalam 100 besar Asia dan 500 besar dunia
24. Akselerasi jumlah program studi kejuruan, vokasi, dan profesi
25. a. Peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah dan HAKI
25. b. Peningktan reativitas, entrepreneurship, dan kepemimpinan mahasiswa
5. Pendidikan Nonformal

5. Perluasan akses pendidikan keaksaraan bagi penduduk usia >15 thn.
9. Pendidikan kecakapan Hidup
20. Perluasan pendidikan kecakapan hidup
6. Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

17. a. Pengembangan guru sebagai profesi
17. b. Peningkatan kesejahteraan pendidik nonformal
18. Pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
7. Penelitian dan Pengembangan Pendidikan

13. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA/SMK/SM Terpadu, SLB, dan PT
14. Implementasi dan penyempurnaan SNP dan penguatan peran BSNP
15. a. Pengawasan dan penjaminan mutu secara terprogram dengan mengacu pada SNP
15. b. Survei Bencmarking Mutu Pendidikan terhadap standar internasional
16. Perluasan dan peningkatan mutu akreditasi oleh BAN-SM, BAN-PNF, dan BAN-PT
8. Manajemen Pelayanan Pendidikan

19. Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana
28. Peningkatan kapasitas dan kompetensi parat pengelola pendidikan
32. Penataan regulasi pengelolaan pendidikan
Program-program lainnya
9. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
10. Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
11. Program Penguatan Kelembagaan Pengarus- utamaan Gender dan Anak
12. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara
13. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan
14. Program Pengelolaan Sumberdaya Manusia Aparatur
15. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara

12. Pemanfaatan TIK sebagai sarana/media pembelajaran jarak jauh
26. Pemanfatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan
27. Peningkatan SPI berkoordinasi dengan BPKP dan BPK
29. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat perencanaan dan penganggaran
30. Peningkatan kapasitas dan kompetensi managerial aparat
31. Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan
33. Peningkatan citra publik
34. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan
35. Pelaksanaan Inpres No.5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan KKN
36. Intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Itjen
37. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan BPK
38. Penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK
39. Pengembangan aplikasi SIM secara terintegrasi (Keuangan, Aset, Kepegawaian, dan data lainnya)
Sumber: Bappenas, 2004 & Program Kebijakan Depdiknas, 2004


II.2 Desentralisasi Pendidikan dan Kurikulum Muatan Lokal

Dalam kaitannya dengan desentralisasi pendidikan dalam bingkai otonomi daerah yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah kegiatan pokok depdiknas diatas adalah kegiatan ke-21pada jenjang pendidikan menengah. Kegiatan depdiknas ke-21 itu adalah pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap daerah. Dengan adanya desentralisasi kebijakan ini, maka daerah dapat mengembangkan potensi wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Salah satu kebijakan yang dapat dikembangkan adalah membuat kurikulum sekolah yang berbasis keunggulan lokal dan global. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas sudah diatur bahwa pelaksanaan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat dan harus dilakukan di daerah. Oleh karena itu pengembangan kurikulum sebagai salah satu substansi utama dalam pengembangan pendidikan di desentralisasikan, terutama kebutuhan siswa, keadaan sekolah dan kondisi daerah. Dengan demikian daerah atau sekolah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan. Sehubungan dengan kondisi daerah dan potensi daerah di Indonesia yang cukup beragam, maka daerah perlu menggali, meningkatkan dan mempromosikan potensinya melalui pendidikan di sekolah. Masing-masing daerah mempunyai keunggulan potensi daerah yang perlu dikembangkan yang lebih baik lagi. Keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Dengan kebergaman potensi daerah ini pengembangan potensi dan keunggulan daerah perlu mendapatkan perhatian secara khusus bagi pemerintah daerah sehingga anak-anak daerah tidak asing dengan daerahnya sendiri dan faham betul tentang potensi dan nilai-nilai serta budaya daerahnya sendiri, sehingga anak-anak dapat mengembangkan dan memberdayakan potensi daerahnya sesuai dengan tuntutan ekonomi global yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia. Diharapkan dengan ekonomi global tersebut, masing-masing daerah ingin berlomba bersaing dengan negara lain untuk memasarkan keunggulan daerahnya sendiri. II.3. Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global Konsep Dasar Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan global dalam aspek ekonomi, seni budaya, SDM, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke dalam kurikulum sekolah yang akhirnya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk persaingan global. Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah. Keunggulan yang dimiliki suatu daerah dapat lebih memberdayakan penduduknya sehingga mampu meningkatkan pendapatan atau meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Karena manfaat dan pendapatan yang diperoleh menjadikan penduduk daerah tersebut berupaya untuk melindungi, melestarikan dan meningkatkan kualitas keunggulan lokal yang dimiliki daerahnya sehingga bermanfaat bagi penduduk daerah setempat serta mampu mendorong persaingan secara kompetitif pada tingkat nasional maupun global. Dengan memberdayakan keunggulan lokal dan global dapat menjawab permasalahan yang ada, antara lain : a. Keunggulan lokal dan global apa yang dapat dikembangkan b. Adakah manfaatnya bagi masyarakat c. Bagaimana cara mengembangkannya d. Bagaimana cara pembelajarannya yang efektif dan efesien e. Infrastruktur apa yang diperlukan f. Berapa lama pembelajaran keunggulan lokal dan global dilaksanakan. Tujuan penyelenggaraan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah agar siswa mengetahui keunggulan lokal daerah dimana dia tinggal, memahami berbagai aspek yang berhubungan dengan keunggulan lokal daerah tersebut, selanjutnya siswa mampu mengolah sumber daya, terlibat dalam pelayanan / jasa atau kegiatan lain yang berkaitan dengan keunggulan lokal sehingga memperoleh pendapatan dan melestarikan budaya / tradisi / sumber daya yang menjadi unggulan daerah serta mampu bersaing secara nasional maupun global. Supaya keunggulan yang dimiliki daerah dapat dipahami siswa dan keunggulan daerah dapat menyejahterakan masyarakatnya diharapkan keunggulan daerah dapat menjadi kebanggaan bagi masyarakat pada umumnya. Sehingga masyarakat dapat menjaga kelestarian potensi daerahnya dan dapat memanfaatkan potensi daerahnya sendiri dengan semaksimal mungkin, sehingga bermanfaat bagi hidupnya, dan bagi masyarakat pada umumnya. III. Muatan Lokal Dalam Hubungannya Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan III.1. Penyusunan Visi dan Misi Kurikulum yang bisa mengakomodir kepentingan desentralisasi, otonomi daerah, dan potensi keunggulan lokal tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang disingkat dengan KTSP. Perbedaan Model KTSP yang dikembangkan dalam sekolah-sekolah menengah berbasis keunggulan lokal dan global secara umum adalah terletak pada spesifikasi muatan kurikulum yang hendak dikembangkan, mulai dari visi misi, isi mata pelajaran/bidang studi, pembelajaran, dan juga penilaian (wasino: 2008). 1. Rumusan Visi dan Misi Pengembangan Kurikulum berbasis keunggulan lokal dan global terkait dengan pengembangan dan penyelengaraan KTSP yang sedang dikembangkan oleh sekolah tersebut. Dengan demikian kurikulum ini terkait dengan pengembangan kurikulum inovatif lainnya seperti : pendidikan kecakapan hidup, pengembangan multi kultur, sets, dan kurikulum-kurikulum inovatif lain yang hendak dikembangkan. Sehubungan dengan hal itu maka visi dan misi sekolah yang hendak mengembangkan kurikulum berbasis keunggulan lokal harus memadukannya dengan visi dan misi kurikulum inovatif lainnya dengan menonjolkan pada keunggulan lokalnya yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif sekolah tersebut dalam bersaing dengan dunia global dalam menghasilkan lulusannya. Rumusan visi dan misi tersebut harus jelas mencirikan keunggulan lokalnya yang memiliki basis kuat dalam lingkungan ekonomi, budaya, dan alam di sekitarnya. Sebagai contoh pada sekolah menengah yang tinggal di lingkungan pusat wisata budaya (seperti di sejumlah sekolah menengah di Bali) harus memasukkan visi dan misi sekolahnya sebagai sekolah yang berwawasan wisata budaya. Demikian pula pada sekolah di lingkungan ekonomi kerajinan seperti Jeapara Jawa Tengah, atau Kerajinan wayang kulit di Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri harus memasukkan secara tegas dalam visi misi sekolahnya bahwa sekolah tersebut berbasis seni kerajinan unggul di daerahnya tersebut. Sementara itu pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan alam yang dapat dikembangkan untuk melahirkan daya saing tingkat global memasukkan visi-misi yang terkait dengan pengembangan sumber alam tersebut. Sekolah Menengah di NTB yang tinggal di dekat pantai dapat memasukkan visi misi sekolahnya secara eksplisit bahwa sekolah tersebut mengembangkan sumber daya air seperti kerang mutiara, dan seterusnya. III.2 Penyusunan Kurikulum Dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sekolah dapat mengembangkan struktur kurikulum berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah terkait dengan upaya pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Pengembangan Struktur Kurikulum dilakukan dengan cara antara lain: mengatur alokasi waktu pembelajaran tatap muka seluruh mata pelajaran wajib dan pilihan keterampilan/bahasa asing lain, memanfaatkan 4 jam tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran baru, mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal dalam struktur kurikulum, tidak boleh mengurangi mata pelajaran yang tercantum dalam standar isi. Pembelajaran materi pelajaran keunggulan lokal dapat ditempuh dengan tiga cara, yaitu mandiri, kolaborasi, dan integrasi. Yang dimaksud dengan penyelenggaraan secara mandiri yaitu sekolah secara sepenuhnya memberikan materi keunggulan lokal di dalam sekolah termasuk dalam proses belajar mengajar, guru pembelajar, dan sarana-prasarana pendukungnya. Pembelajaran secara kolaborasi dimaksudkan bahwa sekolah menjalin kerjasama dengan instansi terkait untuk mengimplementasikan kurikulum berbasis keunggulan lokal, misalnya dengan dinas pariwisata, dinas perindustrian, lembaga kerajinan, galery seni, paguyuban dalang, dan sebagainya. Penyelenggaraannya di sekolah, tetapi dengan mendatangkan pengajar dari lembaga mitra yang kompeten. Cara ketiga hampir sama dengan cara kedua, tetapi penyelenggaraannya di luar sekolah tetapi di tempat lembaga mitra tersebut. Untuk menjamin keberlanjutan pelaksanaan program pendidikan berbasis keunggulan lokal, maka program pembelajarannya harus menjadi bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan beberapa alternatif sebagai berikut: 1).Pelaksanaan Pembelajaran dapat dilaksanakan melalui: a). Pengintegrasian dalam mata pelajaran Bahan kajian/substansi keunggulan lokal dapat diintegrasikan kedalam mata pelajaran tertentu yang relevan dengan SK/KD mata pelajaran tersebut. Selain itu pengintegrasian juga dapat dilakukan pada mata pelajaran lain yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada kelompok mata pelajaran pengembangan diri. b). Kelompok Mata pelajaran pengembangan diri Dalam standar isi kurikulum 2005 tersedia muatan materi pelajaran yang tidak tertampung dalam struktur mata pelajaran formal dapat dimasukkan dalam pengembangan diri. Pembelajaran materi pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat juga diberikan secara tersendiri sebagai bagian dari pengembangan diri. Apabila daya dukung satuan pendidikan yang bersangkutan kurang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan keunggulan lokal, maka dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal dan/atau satuan pendidikan non formal lain (yang terakreditasi) dan menyelenggarakan program yang relevan. IV. Peranan Co-Planer di Tingkat Distrik
Penentuan mata pelajaran di suatu daerah (tingkat kabupaten atau kotamadya yang merupakan kewenangan dari Dewan Pendidikan dan institusi pendidikan atau Diknas, seharusnya dilakukan melalui studi tentang identifiskasi potensi daerah masing-masing. Sehingga, Bahan ajar (mata pelajaran) yang diberikan kepada siswa sesuai dan memang diperlukan oleh masyarakat sekitar (social demand). Pendidikan Daerah seharusnya mampu memenuhi keperluan masyarakat sekitar pada tenaga terampil untuk memajukan daerah dengan terjadinya peningkatan kesejahateraan, kesempatan kerja, dan IPM. Jangan sampai terjadi sumber daya alam daerah dikelola oleh pendatang, baik yang berasal dari daerah lain atau apalagi dari negara lain. Pendayagunaan sumber daya alam yang tidak mampu mengakomodir semua kehendak dan kebutuhan masyarakat daerah hanya merupakan eksploitasi yang sangat merugikan masyarakat selaku penduduk asli daerah.
Pada titik inilah peran dari Coplaner dibutuhkan. Coplaner adalah salah satu proyek yang dibuat untuk menyebarluaskan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sumber daya pendidikan (Jiyono et al, 2001: 135). Coplaner bertugas untuk memberikan informasi dan kebutuhan dasar pendidikan yang akurat pada tingkat sekolah yang diusulkan dan diajukan secara berjenjang ke pusat melalui proses bottom up planning. Coplaner ini berada di tingkat kecamatan dengan maksud agar informasi yang diperoleh lebih relevan karena lebih dekat dengan lokasi proyek coplaner, dan agar ada koordiansi dalam menyampaikan informasi secara tepat waktu ke kabupaten.

V. Kesimpulan
Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa desentralisi pendidikan yang berpijak pada UU no 22/1999 dan revisinya UU no.32/2004 tentang pemerintahan daerah serta UU no.20/2003 tentang Sisdiknas, adalah kebutuhan mutlak bagi peningkatan sumber daya yang relevan untuk pengembangan potensi daerah. Tuntutan Undang-undang tersebut dijawab oleh pemerintah melalui renstra Depdiknas 2004-2009 terutama pada kegiatan depdiknas ke-21 tentang pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga trampil yang diperlukan untuk mengembangkan potensi daerah yang muaranya adalah peningkatan kesejahteraan dengan parameter meningkatnya PAD. Kurikulum yang menyertai pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal disetiap daerah ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mempunyai visi dan misi yang selaras dengan potensi lokal atau daerah. KTSP mem-break down mata pelajaran kedalam Standard Kompetensi (SK) yang terdiri dari beberapa Kompetensi Dasar (KD). Pelajaran Muatan lokal dalam KTSP bisa disampaikan dalam 3 strategi yaitu: mandiri, kolaborasi, integrasi.
Agar sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap daerah dan mata pelajaran Muatan lokal dalam KTSP bisa match dengan kebutuhan dan potensi daerah diperlukan identifikasi dan kajian atau analisis tentang potensi daerah. Pada sisi inilah peran coplaner yang berada di tingkat kecamatan sangat diperlukan peran dan keberadaannya untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam rangka pembuatan bottom-up planning.








PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN

Tuhan telah menganugerahkan dunia ketiga, sebagaimana Barat menyebut negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, Sumberdaya Alam yang luar biasa besar. Bahkan seorang ekonom Barat mengatakan, " God has made a mistake" karena Sumberdaya Alam dunia lebih banyak berada di wilayah ini. Kesejahteraan atau kemakmuran adalah akibat dari terjadinya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi itu sendiri menuntut adanya keterkaitan antara Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Modal sehingga melahirkan output yang memberikan manfaat daerah. Ketika ketiganya belum bertemu dan terkait, maka pertumbuhan ekonomipun tidak terjadi. Pertumbuhan ekonomi masih sebatas Potensi. Selain aspek pemerataan dan stabilitas ekonomi, sasaran penting dari pembangunan ekonomi adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini dianggap penting karena secara implisit pertumbuhan ekonomi menunjukkan kualitas kinerja ekonomi yang sesungguhnya, seperti tingkat investasi, besaran penyerapan tenaga kerja, jumlah output, dan peningkatan pendapatan daerah. Negara atau daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendeskripsikan kemampuan negara atau daerah untuk menyejahterakan rakyatnya, ceteris paribus.

I.1. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Yustika (2006:254) ada dua pendekatan pertumbuhan ekonomi, yaitu pendekatan statis dan pendekatan dinamis. Pendekatan statis adalah pertumbuhan ekonomi tanpa adanya perubahan (peningkatan) teknologi (Yeager, 1998:36). Dalam pendekatan ini pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tiga variabel yakni: tabungan, investasi, dan penduduk. Tingkat tabungan yang tinggi akan memacu investasi, kemudian investasi tersebut akan menyerap tenaga kerja, selanjutnya tenaga kerja (plus modal:alat-alat, mesin) akan menghasilkan output. Pertumbuhan output inilah yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Dalam teori perumbuhan ini inefisiensi terjadi jika tenaga kerja belum digunakan secara penuh (full employment) atau mungkin tingkat tabungan dan investasi sangat rendah yang disebabkan karena ketakutan adanya kebijakan nasionalisasi atau faktor lain. Untuk mengatasi hal ini, inefisiensi, maka diatasi dengan meningkatkan spesialisasi dan pembagian tenaga kerja. Dalam produksi mobil misalnya bisa dibagi menjadi tiga bagian pembuatan kerangka, pemasangat perlengkapan mobil, dan pengecekan akhir. Dengan pembagiana kerja ini seorang pekerja hanya dituntut untuk menguasai pekerjaan di divisinya saja (spesialisasi). Dengan rentang pekerjaan yang tidak terlalu luas, dipastikan pekerja akan mampu menguasai pekerjaan tersebut dengan baik sehingga tingkat produktifitas dan mutu pekerjaan semakin tinggi. Jadi, efisiensi dan produktifitas dalam teori ini tidak harus dilakukan dengan menambah sumberdaya maupun mengubah teknologi, tetapi cukup dengan mempraktikkan pembagian pembagian kerja (spesialisasi).
Pendekatan pertumbuhan ekonomi yang kedua adalah pendekatan dinamis. Pendekatan pertumbuhan ini menekankan pada penguasaan dan penggunaan teknologi baru. Teori ini mendesain model pertumbuhan yang dapat menangkap peran ilmu pengetahuan dan ide-ide untuk mempercepat inovasi dan perubahan teknologi. Pertumbuhan ekonomi dari sudut pandang ini bisa dicapai dengan dua cara: meningkatkan jumlah sumber daya dan meningkatkan kualitas(produktifitas) sumber daya. Cara yang pertama berdasar pada asumsi input besar maka output juga besar, sedangkan cara yang kedua berdasar pada asumsi input tetap mampu menghasilkan output besar. Yang kedua ini disebut juga dengan 'pertumbuhan intensif' atau nama lain dari 'new growth theory' yang menjadi kunci peningkatan standar hidup secara sistematis dari waktu ke waktu karena sumber daya yang tersedia digunakan secara maksimal (intensif) sehingga diperoleh output yang lebih besar. Dengan peningkatan teknologi, meskipun kuantitas input tetap perekonomian dapat bergerak melewati batas maksimal produksi.






I.2. Permasalahan
Dari latar belakang diatas yang masalah yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah:
a. Bagaimana teknologi dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu?
b. Bagaimana pendidikan bisa selaras dengan tuntutan dan kebutuhan daerah?
c. Bagaimana pendidikan bisa berkontribusi dalam pengembangan daerah?

II. Tinjauan Pustaka dan Pembahasan

Menurut Yeager (1994: 47-49 in Yustika, 2006:262) ada tiga cara: Pertama, sebuah negara harus memercepat dan memperkuat kreativitas manusia (human creativity); kedua, mengupayakan agar pasar modal berfungsi dengan baik; ketiga, menciptakan lingkungan yang kompetitif. Dari ketiga hal tersebut yang paling dominan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di negara maju adalah cara pertama. Sehingga sering dijumpai divisi Research and Development di negara maju selalu dominan baik dalam hal kewenangan maupun alokasi anggaran. Percepatan dan penguatan kreativitas manusia hanya bisa ditempuh melalui dunia pendidikan. Pada titik inilah maka dunia pendidikan harus bisa menjawab kebutuhan dunia usaha yang terkait dengan potensi daerah atau wilayah. Pendidikan merupakan elemen kunci bagi percepatan pengembangan teknologi (Yustika: 266). Bahkan, berdasarkan penelitian Thomas (2001:253) disebutkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi pendidikan yang tidak merata dan berkesinambungan memiliki dampak negatif terhadap pendapatan perkapita di kebanyakan negara. Sehingga, peningatan kemampuan dan pendidikan diharapkan menjadi elemen penting bagi proses crative destruction sehingga pertumbuhan ekonomi bisa lebih mudah dicapai.
Salah satu tujuan dari negara ini, sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu sehingga mempunyai keterampilan hidup (life skills) dan kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, serta mendorong tegaknya masyarakat modern, inovatif dan berdaya saing. Namun pendidikan dirasa belum mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, sehingga pembenahan terus dilakukan. Pendidikan diharapkan mampu untuk mengakomodasi keunggulan lokal sehingga bisa digunakan untuk menjawab tantangan dalam persaingan global. Pemikiran mengenai desain pendidikan seperti ini mengarah dan mendorong diupayakannya strategi desentralisasi pendidikan. Pada tulisan ini akan dibahas pertama mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, kemudian kedua renstra depdiknas dalam kaitannya dengan amanat desentralisasi pendidikan, terakhir implementasi dari hubungan antara otonomi daerah, desentralisasi pendidikan dan perencanaan pendidikan.
II.1. Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi pendidikan merupakan konsep yang telah dipikirkan sejak lama, bahkan sudah sejak pemerintahan pertama di negara ini. Konsep ini telah menjadi kebijakan resmi negara sejak tahun 1947, dengan terbitnya UU No. 32/1947, di mana daerah berhak menyelenggarakan pendidikan sesuai kebutuhannya, terutama bidang pertukangan dan kepandaian puteri (Soedibyo: 2005). Kewenangan yang lebih luas lagi diberikan 3 tahun kemudian lewat UU No. 4/1950 dan jabarannya dalam PP No. 65/1951 yang mendesentralisasikan pengelolaan pendidikan (dasar) kepada daerah dan hak bagi pihak swasta untuk ikut mendirikan sekolah.
Meski desentralisasi yang dilakukan saat itu masih terbatas , rintisan itu dikembangkan pada masa Orde Baru. UU No. 5/1974 (Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah), UU No. 2/1989 (Sistem Pendidikan Nasional) dan PP No. 28/1990 (Pendidikan Dasar) adalah sebagian instrumen legal yang mendasari inisiatif desentralisasi. Arsitektur pembagian kewenangan tampak lebih jelas, yakni daerah (melalui Dinas) mengurus pengadaan gedung dan penyediaan tanah untuk sekolah, sementara pusat (melalui Kanwil/Kandep) bertanggung jawab atas pengadaan guru, kurikulum dan perlengkapan pendidikan. Menyangkut kurikulum, daerah juga diberi hak untuk menambah muatan lokal dalam porsi yang ditetapkan pusat.
Melalui UU No. 22/1999 maupun hasil revisinya dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan bukan saja termasuk urusan yang didesentralisasikan, tetapi bahkan menjadi urusan wajib yang harus diupayakan oleh daerah; hal ini terlihat dalam Pasal 11 ayat 2 UU No. 22/1999 dan Pasal 14 ayat 1 UU No. 32/2004. Ini artinya, pertama, pusat wajib menyerahkan penyelenggaraan urusan itu kepada daerah; kedua, daerah tidak bisa menolak dengan alasan apa pun untuk menyelenggarakannya. Meskipun dalam perjalanannya jika pemerintah kota/kabupaten tidak mampu untuk mengimplementasikan akan di ambil alih oleh pemerintah provinsi, PP no. 25 tahun 2000. Berdasarkan UU no. 20/2003, Undang-Undang Sisdiknas, yang disahkan tanggal 11 Juni 2003, terdapat paling tidak sembilan belas pasal yang menggandengkan kata pemerintah dan pemerintah daerah, yang konotasinya adalah berbagai kebijakan dalam pembangunan pendidikan hendaknya selalu mengawinkan kepentingan nasional dan kepentingan lokal (daerah) sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing peserta didik, dilaksanakan secara efisien dan efektif (Muslim: 2006). Mulai dari hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, sampai kepada hak regulasi dalam mengatur sistem pendidikan nasional. Secara singkat dapat disebutkan, misalnya dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 10 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada Pasal 34 ayat (2) disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Pada Pasal 44 ayat (1) disebutkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Ayat (3) pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarkan oleh masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 49 ayat (1) disebutkan dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Ayat (4) dana pendidikan dari pemerintah kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan masih banyak lagi pasal-pasal lain yang memberikan aksentuasi kepada pemerintah daerah yang diharapkan nantinya pengembangan pendidikan di tingkat lokal akan lebih efektif jika dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama kelompok masyarakat. Sebab jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah, berbeda satu sama lain. Itulah sebabnya pada Pasal 50 ayat (4) disebutkan bahwa pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengelola satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
Untuk menjawab tuntutan dari perundang-undangan tersebut dan agar Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang datang, maka Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku badan yang melakukan perencanaan nasional menuangkan program-program Depdiknas ke dalam 15 program (lihat Tabel 1.1). Sementara itu, Depdiknas selaku bagian dari pemerintah yang mendapat amanat untuk melakukan pengembangan manusia dari sisi pendidikan pun telah membuat 39 kegiatan pokok (lihat Tabel 1.1) yang pada intinya mengacu pada misi pembangunan nasional. Ke-39 kegiatan pokok dari Depdiknas ini dapat dikelompokkan pada 15 program dari Bappenas, sebagaimana bisa diliha dalam tabel berikut ini:




]Tabel 1.1 Program Penguatan Kebijakan Depdiknas dengan RPJM Bappenas
Program Bappenas

Kegiatan Pokok Depdiknas
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) – TK, RA, KB, TPQ

8. Perluasan akses PAUD
2. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun – SD, MI, SMP, MTs

1. Pendanaan biaya operasional Wajar Dikdas 9 tahun
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan wajar
3. Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan
4. Perluasan akses pendidikan wajar pada jalur nonformal
6. Perluasan akses SLB dan sekolah inklusif
7. Pengembangan sekolah wajar layanan khusus bagi daerah terpencil, berpenduduk jarang dan terpencar, bencana, konflik, serta anak jalanan.
3. Pendidikan Menengah

10. Perluasan akses SMA/SMK dan SM terpadu
21. Pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap kab/kota
22. Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap provinsi dan/atau kabupaten/kota
4. Pendidikan Tinggi

11. Perluasan akses PT
23. Mendorong jumlah jurusan di PT yang masuk dalam 100 besar Asia dan 500 besar dunia
24. Akselerasi jumlah program studi kejuruan, vokasi, dan profesi
25. a. Peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah dan HAKI
25. b. Peningktan reativitas, entrepreneurship, dan kepemimpinan mahasiswa
5. Pendidikan Nonformal

5. Perluasan akses pendidikan keaksaraan bagi penduduk usia >15 thn.
9. Pendidikan kecakapan Hidup
20. Perluasan pendidikan kecakapan hidup
6. Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

17. a. Pengembangan guru sebagai profesi
17. b. Peningkatan kesejahteraan pendidik nonformal
18. Pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
7. Penelitian dan Pengembangan Pendidikan

13. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA/SMK/SM Terpadu, SLB, dan PT
14. Implementasi dan penyempurnaan SNP dan penguatan peran BSNP
15. a. Pengawasan dan penjaminan mutu secara terprogram dengan mengacu pada SNP
15. b. Survei Bencmarking Mutu Pendidikan terhadap standar internasional
16. Perluasan dan peningkatan mutu akreditasi oleh BAN-SM, BAN-PNF, dan BAN-PT
8. Manajemen Pelayanan Pendidikan

19. Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana
28. Peningkatan kapasitas dan kompetensi parat pengelola pendidikan
32. Penataan regulasi pengelolaan pendidikan
Program-program lainnya
9. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
10. Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
11. Program Penguatan Kelembagaan Pengarus- utamaan Gender dan Anak
12. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara
13. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan
14. Program Pengelolaan Sumberdaya Manusia Aparatur
15. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara

12. Pemanfaatan TIK sebagai sarana/media pembelajaran jarak jauh
26. Pemanfatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan
27. Peningkatan SPI berkoordinasi dengan BPKP dan BPK
29. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat perencanaan dan penganggaran
30. Peningkatan kapasitas dan kompetensi managerial aparat
31. Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan
33. Peningkatan citra publik
34. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan
35. Pelaksanaan Inpres No.5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan KKN
36. Intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Itjen
37. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan BPK
38. Penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK
39. Pengembangan aplikasi SIM secara terintegrasi (Keuangan, Aset, Kepegawaian, dan data lainnya)
Sumber: Bappenas, 2004 & Program Kebijakan Depdiknas, 2004


II.2 Desentralisasi Pendidikan dan Kurikulum Muatan Lokal

Dalam kaitannya dengan desentralisasi pendidikan dalam bingkai otonomi daerah yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah kegiatan pokok depdiknas diatas adalah kegiatan ke-21pada jenjang pendidikan menengah. Kegiatan depdiknas ke-21 itu adalah pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap daerah. Dengan adanya desentralisasi kebijakan ini, maka daerah dapat mengembangkan potensi wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Salah satu kebijakan yang dapat dikembangkan adalah membuat kurikulum sekolah yang berbasis keunggulan lokal dan global. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas sudah diatur bahwa pelaksanaan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat dan harus dilakukan di daerah. Oleh karena itu pengembangan kurikulum sebagai salah satu substansi utama dalam pengembangan pendidikan di desentralisasikan, terutama kebutuhan siswa, keadaan sekolah dan kondisi daerah. Dengan demikian daerah atau sekolah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan. Sehubungan dengan kondisi daerah dan potensi daerah di Indonesia yang cukup beragam, maka daerah perlu menggali, meningkatkan dan mempromosikan potensinya melalui pendidikan di sekolah. Masing-masing daerah mempunyai keunggulan potensi daerah yang perlu dikembangkan yang lebih baik lagi. Keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Dengan kebergaman potensi daerah ini pengembangan potensi dan keunggulan daerah perlu mendapatkan perhatian secara khusus bagi pemerintah daerah sehingga anak-anak daerah tidak asing dengan daerahnya sendiri dan faham betul tentang potensi dan nilai-nilai serta budaya daerahnya sendiri, sehingga anak-anak dapat mengembangkan dan memberdayakan potensi daerahnya sesuai dengan tuntutan ekonomi global yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia. Diharapkan dengan ekonomi global tersebut, masing-masing daerah ingin berlomba bersaing dengan negara lain untuk memasarkan keunggulan daerahnya sendiri. II.3. Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global Konsep Dasar Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan global dalam aspek ekonomi, seni budaya, SDM, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke dalam kurikulum sekolah yang akhirnya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk persaingan global. Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah. Keunggulan yang dimiliki suatu daerah dapat lebih memberdayakan penduduknya sehingga mampu meningkatkan pendapatan atau meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Karena manfaat dan pendapatan yang diperoleh menjadikan penduduk daerah tersebut berupaya untuk melindungi, melestarikan dan meningkatkan kualitas keunggulan lokal yang dimiliki daerahnya sehingga bermanfaat bagi penduduk daerah setempat serta mampu mendorong persaingan secara kompetitif pada tingkat nasional maupun global. Dengan memberdayakan keunggulan lokal dan global dapat menjawab permasalahan yang ada, antara lain : a. Keunggulan lokal dan global apa yang dapat dikembangkan b. Adakah manfaatnya bagi masyarakat c. Bagaimana cara mengembangkannya d. Bagaimana cara pembelajarannya yang efektif dan efesien e. Infrastruktur apa yang diperlukan f. Berapa lama pembelajaran keunggulan lokal dan global dilaksanakan. Tujuan penyelenggaraan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah agar siswa mengetahui keunggulan lokal daerah dimana dia tinggal, memahami berbagai aspek yang berhubungan dengan keunggulan lokal daerah tersebut, selanjutnya siswa mampu mengolah sumber daya, terlibat dalam pelayanan / jasa atau kegiatan lain yang berkaitan dengan keunggulan lokal sehingga memperoleh pendapatan dan melestarikan budaya / tradisi / sumber daya yang menjadi unggulan daerah serta mampu bersaing secara nasional maupun global. Supaya keunggulan yang dimiliki daerah dapat dipahami siswa dan keunggulan daerah dapat menyejahterakan masyarakatnya diharapkan keunggulan daerah dapat menjadi kebanggaan bagi masyarakat pada umumnya. Sehingga masyarakat dapat menjaga kelestarian potensi daerahnya dan dapat memanfaatkan potensi daerahnya sendiri dengan semaksimal mungkin, sehingga bermanfaat bagi hidupnya, dan bagi masyarakat pada umumnya. III. Muatan Lokal Dalam Hubungannya Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan III.1. Penyusunan Visi dan Misi Kurikulum yang bisa mengakomodir kepentingan desentralisasi, otonomi daerah, dan potensi keunggulan lokal tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang disingkat dengan KTSP. Perbedaan Model KTSP yang dikembangkan dalam sekolah-sekolah menengah berbasis keunggulan lokal dan global secara umum adalah terletak pada spesifikasi muatan kurikulum yang hendak dikembangkan, mulai dari visi misi, isi mata pelajaran/bidang studi, pembelajaran, dan juga penilaian (wasino: 2008). 1. Rumusan Visi dan Misi Pengembangan Kurikulum berbasis keunggulan lokal dan global terkait dengan pengembangan dan penyelengaraan KTSP yang sedang dikembangkan oleh sekolah tersebut. Dengan demikian kurikulum ini terkait dengan pengembangan kurikulum inovatif lainnya seperti : pendidikan kecakapan hidup, pengembangan multi kultur, sets, dan kurikulum-kurikulum inovatif lain yang hendak dikembangkan. Sehubungan dengan hal itu maka visi dan misi sekolah yang hendak mengembangkan kurikulum berbasis keunggulan lokal harus memadukannya dengan visi dan misi kurikulum inovatif lainnya dengan menonjolkan pada keunggulan lokalnya yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif sekolah tersebut dalam bersaing dengan dunia global dalam menghasilkan lulusannya. Rumusan visi dan misi tersebut harus jelas mencirikan keunggulan lokalnya yang memiliki basis kuat dalam lingkungan ekonomi, budaya, dan alam di sekitarnya. Sebagai contoh pada sekolah menengah yang tinggal di lingkungan pusat wisata budaya (seperti di sejumlah sekolah menengah di Bali) harus memasukkan visi dan misi sekolahnya sebagai sekolah yang berwawasan wisata budaya. Demikian pula pada sekolah di lingkungan ekonomi kerajinan seperti Jeapara Jawa Tengah, atau Kerajinan wayang kulit di Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri harus memasukkan secara tegas dalam visi misi sekolahnya bahwa sekolah tersebut berbasis seni kerajinan unggul di daerahnya tersebut. Sementara itu pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan alam yang dapat dikembangkan untuk melahirkan daya saing tingkat global memasukkan visi-misi yang terkait dengan pengembangan sumber alam tersebut. Sekolah Menengah di NTB yang tinggal di dekat pantai dapat memasukkan visi misi sekolahnya secara eksplisit bahwa sekolah tersebut mengembangkan sumber daya air seperti kerang mutiara, dan seterusnya. III.2 Penyusunan Kurikulum Dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sekolah dapat mengembangkan struktur kurikulum berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah terkait dengan upaya pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Pengembangan Struktur Kurikulum dilakukan dengan cara antara lain: mengatur alokasi waktu pembelajaran tatap muka seluruh mata pelajaran wajib dan pilihan keterampilan/bahasa asing lain, memanfaatkan 4 jam tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran baru, mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal dalam struktur kurikulum, tidak boleh mengurangi mata pelajaran yang tercantum dalam standar isi. Pembelajaran materi pelajaran keunggulan lokal dapat ditempuh dengan tiga cara, yaitu mandiri, kolaborasi, dan integrasi. Yang dimaksud dengan penyelenggaraan secara mandiri yaitu sekolah secara sepenuhnya memberikan materi keunggulan lokal di dalam sekolah termasuk dalam proses belajar mengajar, guru pembelajar, dan sarana-prasarana pendukungnya. Pembelajaran secara kolaborasi dimaksudkan bahwa sekolah menjalin kerjasama dengan instansi terkait untuk mengimplementasikan kurikulum berbasis keunggulan lokal, misalnya dengan dinas pariwisata, dinas perindustrian, lembaga kerajinan, galery seni, paguyuban dalang, dan sebagainya. Penyelenggaraannya di sekolah, tetapi dengan mendatangkan pengajar dari lembaga mitra yang kompeten. Cara ketiga hampir sama dengan cara kedua, tetapi penyelenggaraannya di luar sekolah tetapi di tempat lembaga mitra tersebut. Untuk menjamin keberlanjutan pelaksanaan program pendidikan berbasis keunggulan lokal, maka program pembelajarannya harus menjadi bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan beberapa alternatif sebagai berikut: 1).Pelaksanaan Pembelajaran dapat dilaksanakan melalui: a). Pengintegrasian dalam mata pelajaran Bahan kajian/substansi keunggulan lokal dapat diintegrasikan kedalam mata pelajaran tertentu yang relevan dengan SK/KD mata pelajaran tersebut. Selain itu pengintegrasian juga dapat dilakukan pada mata pelajaran lain yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada kelompok mata pelajaran pengembangan diri. b). Kelompok Mata pelajaran pengembangan diri Dalam standar isi kurikulum 2005 tersedia muatan materi pelajaran yang tidak tertampung dalam struktur mata pelajaran formal dapat dimasukkan dalam pengembangan diri. Pembelajaran materi pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat juga diberikan secara tersendiri sebagai bagian dari pengembangan diri. Apabila daya dukung satuan pendidikan yang bersangkutan kurang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan keunggulan lokal, maka dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal dan/atau satuan pendidikan non formal lain (yang terakreditasi) dan menyelenggarakan program yang relevan. IV. Peranan Co-Planer di Tingkat Distrik
Penentuan mata pelajaran di suatu daerah (tingkat kabupaten atau kotamadya yang merupakan kewenangan dari Dewan Pendidikan dan institusi pendidikan atau Diknas, seharusnya dilakukan melalui studi tentang identifiskasi potensi daerah masing-masing. Sehingga, Bahan ajar (mata pelajaran) yang diberikan kepada siswa sesuai dan memang diperlukan oleh masyarakat sekitar (social demand). Pendidikan Daerah seharusnya mampu memenuhi keperluan masyarakat sekitar pada tenaga terampil untuk memajukan daerah dengan terjadinya peningkatan kesejahateraan, kesempatan kerja, dan IPM. Jangan sampai terjadi sumber daya alam daerah dikelola oleh pendatang, baik yang berasal dari daerah lain atau apalagi dari negara lain. Pendayagunaan sumber daya alam yang tidak mampu mengakomodir semua kehendak dan kebutuhan masyarakat daerah hanya merupakan eksploitasi yang sangat merugikan masyarakat selaku penduduk asli daerah.
Pada titik inilah peran dari Coplaner dibutuhkan. Coplaner adalah salah satu proyek yang dibuat untuk menyebarluaskan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sumber daya pendidikan (Jiyono et al, 2001: 135). Coplaner bertugas untuk memberikan informasi dan kebutuhan dasar pendidikan yang akurat pada tingkat sekolah yang diusulkan dan diajukan secara berjenjang ke pusat melalui proses bottom up planning. Coplaner ini berada di tingkat kecamatan dengan maksud agar informasi yang diperoleh lebih relevan karena lebih dekat dengan lokasi proyek coplaner, dan agar ada koordiansi dalam menyampaikan informasi secara tepat waktu ke kabupaten.

V. Kesimpulan
Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa desentralisi pendidikan yang berpijak pada UU no 22/1999 dan revisinya UU no.32/2004 tentang pemerintahan daerah serta UU no.20/2003 tentang Sisdiknas, adalah kebutuhan mutlak bagi peningkatan sumber daya yang relevan untuk pengembangan potensi daerah. Tuntutan Undang-undang tersebut dijawab oleh pemerintah melalui renstra Depdiknas 2004-2009 terutama pada kegiatan depdiknas ke-21 tentang pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga trampil yang diperlukan untuk mengembangkan potensi daerah yang muaranya adalah peningkatan kesejahteraan dengan parameter meningkatnya PAD. Kurikulum yang menyertai pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal disetiap daerah ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mempunyai visi dan misi yang selaras dengan potensi lokal atau daerah. KTSP mem-break down mata pelajaran kedalam Standard Kompetensi (SK) yang terdiri dari beberapa Kompetensi Dasar (KD). Pelajaran Muatan lokal dalam KTSP bisa disampaikan dalam 3 strategi yaitu: mandiri, kolaborasi, integrasi.
Agar sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap daerah dan mata pelajaran Muatan lokal dalam KTSP bisa match dengan kebutuhan dan potensi daerah diperlukan identifikasi dan kajian atau analisis tentang potensi daerah. Pada sisi inilah peran coplaner yang berada di tingkat kecamatan sangat diperlukan peran dan keberadaannya untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam rangka pembuatan bottom-up planning.

SOAL-JAWAB MENGENAI PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

SOAL

1. SDM merupakan roda penggerak pembangunan, bagaimana hubungannya dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan (Social Equity, Environmental Management dan Economic Growth) ?
2. Ada beberapa perspektif teoritis utama (Mayor Theoretical Perspectives), berkaitan dengan Human Development. Bagaimana latar belakang dimuncuklannya teori-teori tersebut, dan bagaimana garis besar pemahamannya ?
3. Dalam usaha menggapai pendidikan berbasis kompetensi, Negara RRC (People Republic of China) mempunyai kemiripan dengan Negara kita dalam hal ;
· Permasalahan yang dihadapi
· Kebutuhan SDM dimasa mendatang
· Perlunya pendidikan berbasis kompetensi
Jelaskan hal tersebut menurut pemahaman saudara !
4. Apa yang menarik dari rencana pengembangan SDM di Irlandia ?
5. Bagaimana pengembangan SDM di Indonesia menurut anda ?

PEMBAHASAN

1. SDM merupakan roda penggerak pembangunan, bagaimana hubungannya dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan (Social Equity, Environmental Management dan Economic Growth) ?
JAWABAN :
Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sebagai upaya mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Juga sesuai dengan hasil Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup. Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

Begitu pentingnya pembangunan berkelanjutan ini sehingga pelaksanaannya sangat tergantung dari kualitas sumberdaya manusia. Karena itu hubungan antara pembangunan berkelanjutan dan pengembangan sumber daya manusia erat kaitannya karena sumberdaya manusia adalah faktor penggerak roda pembangunan berkelanjutan yang harus mempunyai wawasan visioner, seperti tergambarkan dalam skema berikut ini ;




SDM faktor penggerak pembanguan berkelanjutan
Human Resources
Social Equity
Economic Growth







Sedangkan sumberdaya manusia yang handal tersebut sangat ditentukan oleh kerjasama antara tiga komponen aktor pembangunan yang digambarkan pada skema berikut :

2. Ada beberapa perspektif teoritis utama (Mayor Theoretical Perspectives), berkaitan dengan Human Development. Bagaimana latar belakang dimuncuklannya teori-teori tersebut, dan bagaimana garis besar pemahamannya?


JAWABAN :
Yang melatarbelakangi munculnya Major Theoretical Perpectives on Human Develoment bahwa setiap manusia mempunyai beberapa sisi yang dapat dikembangkan antara lain adalah ;

Perspektif teori utama dari pengembangan sumberdaya manusia (major Theoretical Perspectives on Human Develoment) terdiri dari :
a. Psychodymanic (dengan tokohnya Freud, Erikson)
b. Learning (dengan tokohnya Watson, Skinner, Bandura)
c. Cognetive (dengan tokohnya Piaget, Kohlberg)
d. Ecological & Systems (dengan tokohnya Bronfenbrenner, Lawton dan Nahemow)
e. Lifespan (dengan tokohnya Baltes)


3. Dalam usaha menggapai pendidikan berbasis kompetensi, Negara RRC (People Republic of China) mempunyai kemiripan dengan Negara kita dalam hal ;
· Permasalahan yang dihadapi
· Kebutuhan SDM dimasa mendatang
· Perlunya pendidikan berbasis kompetensi
Jelaskan hal tersebut menurut pemahaman saudara !
JAWABAN :Perlu diketahui China bisa bangkit karena para economnya memiliki identitas dan keberpihakan untuk negerinya, mereka tidak ingin didikte dan diatur oleh econom barat terutama para financialist (Amerika, IMF dan World Bank) yang selalu membujuk dan mengancam China untuk segara melepaskan Nilai mata uang Yuan terhadap US Dollar. Tetapi mereka tidak pernah bergeming dan tidak peduli dan hal ini juga dilakukan oleh Negara Tetangga kita, Malaysia (yang mematok Ringgitnya). dan kita tahu bagaimana keteguhan kedua negara ini, walaupun pers barat maupun econom Amerika yang beraliran New Liberalism (Neo Liberal) menghunjani dengan berbagai issue-isue negatif. China bisa bangkit karena para economnya memiliki satu keyakinan bahwa Negaranya harus memiliki cadangan devisa yang kuat dan untuk itu harus meningkatkan EXPORT, dengan export berarti harus bersaing dan kerja keras ( Ini bukan paham ekonomi " berusaha sekecil kecilnya untung sebesar besarnya "yang banyak dipegang oleh para econom kita yang berwatak Broker), dan dalam export China fokus membidik pasar Amerika yang memegang kebijakan makro ekonomi. Baru-baru ini China mengumumkan cadangan devisa sampai akhir Maret mencapai USD 659.1 milliar dollar. Ini setara dengan 1000 kali nilai proyek monorail A & B di Jakarta yang sampai sekarang masih terkatung-katung. Juga setara 18 kali cadangan devisa RI (USD 36 milliar termasuk pinjaman IMF sekitar USD 10 milliar. Dan juga setara 3 atau 4 kali GDP China . Artinya China adalah Negara pemberi hutang terbesar untuk Amerika. Kalau saja China memindahkan cadangan devisa-nya ke Eropa, tentu USD akan kolaps Disitulah letak identitas dan kecerdikan econom China dalam menerima dan bersaing dalam PASAR BEBAS, mereka tidak menentang atau menutup diri tetapi mereka juga tidak MENGEKOR kepada para econom Neo Liberal terutama para financialist dan bankers. Siapa sebenarnya orang orang atau econom China tersebut. Mereka adalah yang berbasis di Universitas Tsung-Hua School of Economics and Management yang dimotori oleh ZHU RONGJI (Perdana Menteri setelah DENG Xioping) yang nota bene adalah seorang ENGINEER dan banyak tamatan MIT lainnya, sehingga mereka menyebut Universitas Tsung Hua sebagai "CHINA's MIT". Kekhawatiran Amerika, Jepang dan Eropah terhadap China sekarang sudah semakin menjadi-jadi. Cina benar-benar Raksasa yang baru bangun. Cina lebih memfokuskan di sektor produksi dalam kebijakan perekonomiannya, yang dibarengin dengan jelinya melihat peluang di pasar global, produk massal dengan low price begitu luasnya menjangkau setiap sudut dunia, tak ada yang mampu melawannya. Inilah yang membedakan antara Indonesia dan China meskipun permasalahan yang dihadapi China dan Indonesia hamper sama. Yang membedakannya adalah :a. Keteguhan hati atas kemampuanya sendiri yang tidak mau diintervensi dari luar.b. Lebih memfokuskan pada membangun sumberdaya manusia melalui dunia pendidikanc. Menggalakkan sektor industri rumah tangga yang mampu bersaing bahkan menguasai pasar global.

4. Apa yang menarik dari rencana pengembangan SDM di Irlandia ?
JAWABAN :Perubahan di Irlandia dimulai akhir 1960-an saat pemerintah melikuidasi kebijaksanaan sektor pendidikan mereka dengan terobosan, menggratiskan sekolah menengah, yang berdampak anak-anak dari poor society (keluarga miskin) memungkinkan bisa menyelesaikan sekolah menengah atau sekolah teknik. Keputusan ini sangat begitu signifikan saat rakyat irlandia memutuskan untuk bergabung ke Uni Eropa pada 1973, dengan angkatan muda yang terdidik mereka dapat mengandalkan tenaga kerja yang kompetitif. Keuntungan sebagai anggota Uni Eropa di dapat pada pertengahan 1980-an, saat terjadi kebijakan perekonomian yang diambil anggota Uni Eropa,seperti subsidi pembangunan infrastruktur dan jaringan pasar ekonomi yang lebih luas. Walaupun saat itu mereka masih belum memiliki produk kompetitif untuk ditawarkan, yang kemungkinan diakibatkan kesalahan regulasi perekonomian dan perdagangan yang over protektif dan kesalahan fiskal masa sebelumnya. Namun keunggulan SDM mereka membuat langkah kebijakan ke Uni Eropa lebih mudah. Dekade sebelumnya Irlandia bisa dikategorikan sebagai negara yang bangkrut, perekonomiannya terperosok ke nadir terendah dan para sarjananya berimigrasi ke luar negeri. "Kami meminjam, membelanjakan, meningkatkan pajak dan itu nyaris menenggelamkan kami," kata Deputi PM Mary Harney. "Hanya karena kami nyaris tenggelam, kami mau berubah." Perubahan besar diambil bersama rakyat . Dalam perkembangan yang tidak biasa pemerintah, serikat pekerja terbesar, petani, dan kalangan industri berkomitmen melakukan langkah perbaikan fiskal, memotong pajak korporasi sampai 12,5 persen, memotong gaji dan harga, serta merayu investasi asing. Keputusan berikutnya di sektor pendidikan adalah pada 1996, Irlandia membuat pendidikan tinggi gratis, sehingga tenaga kerja berpendidikan lebih banyak . Hasilnya sangat fenomenal sekarang, 9 dari 10 perusahaan farmasi terbesar dunia memiliki pabrik di Irlandia, seperti 16 dari 20 peralatan pembuat medis serta 7 dari 10 perusahaan pembuat piranti lunak berada di Irlandia. Tahun lalu, dikarenakan culture dan latar belakang yang sama, Irlandia mendapat limpahan investasi Amerika lebih banyak daripada China. Dan secara keseluruhan, pendapatan pajak pemerintah meningkat. Dell membuat pabrik di Irlandia pada 1990, Yang menarik buat Industri seperti Dell, Tenaga kerja berpendidikan dan universitas bagus didekatnya, Irlandia memiliki kebijakan industri dan pajak yang secara konsisten mendukung bisnis. Pergantian penguasa politik tidak berdampak radikal terhadap atmosfer untuk bisnis. Banyak pengamat berkesimpulan, masa-masa sulit akibat kesalahan kebijakan ekonomi dari para politisi sebelumnya selalu tertanam di dalam benak pada warga dan penguasa. Tentunya masa-masa seperti yang lampau tak ingin mereka ulangi lagi. Irlandia juga memiliki infrastruktur transportasi dan logistik sangat baik mudah bagi produk apapun mendistribusikan produknya di pasar utama Eropa dengan cepat. Menurut Pengamat, karena mereka kompetitif, ingin berhasil, haus dan tahu bagaimana rasanya menang. Pabrik Dell menjadi eksporter Irlandia terbesar. Intel membuka pabrik chip pertama di Irlandia pada 1993. Mereka tertarik banyaknya orang berpendidikan di Irlandia, pajak korporasi yang rendah, dan insentif lain yang membuat Intel menghemat miliaran dolar selama lebih 10 tahun. Rancangan chip tercanggih mereka datang dan diciptakan insinyur Irlandia. Faktanya adalah pada 1990, angkatan kerja Irlandia adalah 1,1 juta. Tahun ini mencapai 2 juta, tanpa ada penganggur, dan ada 200 ribu pekerja asing (termasuk 50 ribu dari China). Apa kunci semua ini ?, Menurut pengakuan Perdana Menteri Irlandia Bertie Ahern yang sering mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri China setidaknya lima kali dalam dua tahun terakhir, mengungkapkan hal-hal berikut yang sangat sederhana : a. Buat agar pendidikan Menengah dan Tinggi gratisb. Ciptakan pajak korporasi rendah, sederhana, dan transparanc. Aktif mencari perusahaan globald. Buka pintu ekonomi untuk berkompetisi.e. Berbicara bahasa Inggris, mungkin juga China.f. Ciptakan kebijakan fiskal yang tertibg. Ciptakan konsensus keseluruhan paket ini bersama dengan buruh dan manajemen serta komitmen dengan konsensus tersebut. Langkah tersebutlah yang menjulangkan Irlandia menjadi negara terkaya di Eropa, dan itu bukan keajaiban, semua langkah tersebut terukur dengan perencanaan yang baik dan percaya globalisasi. Irlandia sadar dengan minimnya SDA yang mereka miliki, hanya dengan mengembangkan SDM, menjadikan inspirasi kebangkitan perekonomian Irlandia, Latar belakang berbahasa Inggris dan ikatan primodial dengan Amerika Serikat memang membantu, namun tanpa angkatan muda terdidik kesempatan tersebut tak ada artinya.

5. Bagaimana pengembangan SDM di Indonesia menurut anda ?
JAWABAN :
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengubah persepsi bahwa manusia tidak hanya sebagai objek pembangunan namun juga sebagai subjek pembangunan. Maka dengan demikian harus dikembangkan dua dimensi itu yaitu manusia sebagai objek sekaligus sebagai subjek pembangunan. Sebab selama ini yang terjadi manusia hanya dijadikan objek dari pembangunan tidak diperhatikan sama sekali potensi yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Oleh karenanya pengembangan SDM di Indonesia ke depan adalah :
a. Mengidentifikasi potensi-potensi SDM yang dimiliki Indonesia.
b. Mengidentifikasi kebutuhan SDM saat ini dan masa datang yang sangat mendesak untuk dipenuhi
c. Mengevaluasi perencanaan pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang selama ini dilakukan
d. Menjawab tantangan global dengan menyiapkan SDM yang handal
Kesemuanya itu hanya bisa terwujud melalui pendidikan yang kompeten. Maka tujuan dari pendidikan diarahkan untuk menyiapakan tenaga-tenaga SDM yang tidak hanya dibutuhkan didalam negeri tetapi sanggup berkopetisi di luar negeri dalam era globalisasi.


Referensi :
1. http://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg08525.html
2. http://eprints.ums.ac.id/319/1/3._ABSORI_NEW.pdf
3. http://www.goodgovernancebappenas.go.id/publikasi_files/modul/modul_gg3.pdf
4. http://202.51.30.138/gwan/MAKALAH/Sudarmadji.pdf
5. W. Suharso Tunjung, Ir, MSP. 2008. Materi Kuliah Teori dan Kebijakan Pendidikan. Malang. PPSUB

SERTIFIKASI UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

SERTIFIKASI GURU: UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENDIDIKAN BERMUTU

I. PENDAHULUAN
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dibuktikan dengan ijazah dan pemenuhan persyaratan relevansi mengacu pada jejang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang dibina. Misalnya, guru SD dipersyaratkan lulusan S1/D-IV Jurusan/Program Studi PGSD/Psikologi/Pendidikan lainnya, sedangkan guru Matematika di SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dipersyaratkan lulusan S1/DIV Jurusan/Program Pendidikan Matematika atau Program Studi Matematika yang memiliki Akta IV. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang
telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera (Jalal, 2007:1). Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang maju, modern, dan sejahtera yang tidak memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Di lain pihak, pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat. Sebagaimana yang telah diterapkan di negara lain seperti Singapore, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat, pemerintah Indonesia juga melakukan intervensi langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan melalui UU.no 14 tahun 2005, yang lebih dikenal dengan UU Guru dan Dosen, dalam bentuk sertifikasi guru. Selain itu yang menjadi landasan hukum dari program ini adalah:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasiona lPendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
5. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. I.UM.01.02-253.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
7. Peraturan Mendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.
8. Keputusan Mendiknas Nomor 056/O/2007 tentang Pembentukan Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
9. Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Sertifikasi profesi ini, menuntut guru untuk : a. memiliki kualifikasi akademik berupa ijazah S1 atau D4 dengan jurusan yang sesuai dengan tugasnya. b. memiliki kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan untuk mengelola pembelajaran, sementara kompetensi kepribadian adalah kemampuan untuk menjadi teladan. Kompetensi profesional merupakan penguasaan guru terhadap bidang yang diajarkan dan yang terakhir, kompetensi sosial, adalah kemampuan untuk bersosialisasi dengan sesama guru, siswa, dan wali siswa.
Untuk mendapatkan sertifikasi, seorang guru harus menjalani uji sertifikasi guna menetapkan standard profesional yang bersangkutan. Menurut Jalal ( 2007:3) ada dua macam uji sertifikasi :
a. Sebagai bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik
b. Berdiri sendiri untuk mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik.






Maksud dari berdiri sendiri pada butir b diatas adalah sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
1. kualifikasi akademik;
2. pendidikan dan pelatihan;
3. pengalaman mengajar;
4. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
5. penilaian dari atasan dan pengawas;
6. prestasi akademik;
7. karya pengembangan profesi;
8. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
9. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
10. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan mendapat sertifikat profesi pendidik yang selanjutnya berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok (UU no. 14 tahun 2005 pasal 16).
II. PERMASALAHAN

Program sertifikasi seharusnya merupakan peluang bagi guru untuk memperbaiki kesejahteraan dan identitas profesinya, namun sayangnya pada kenyataannya banyak kendala yang masih harus diselesaikan. Secara statistik nasional misalnya berdasarkan data balitbang 2005 tentang kualifikasi akademis guru adalah sebagai berikut:










Jumlah guru TK sebanyak 149.644 orang dengan jenjang pendidikan D1 sebanyak 70, 09%, D2 21, 45%,D3 O%, S1 8,40%, S2 0,07%. Sementara itu, pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar dari total guru yang berjumlah 1.256.246 yang berpendidikan D1 atau kurang dari itu sebanyak 44, 28%, D2 sebanyak 43,69 persen sedangkan yang berpendidikan D3 sebanyak 3, 01%, yang berpendidikan S1 hanya sebesar 8,94%, selebihnya yang berpendidikan S2 hanya berjumlah 0,07%. Di lain pihak, guru SMP yang berjumlah 490.307 yang berpendidikan SMU dan D1 sebanyak 6,73 %, yang berpendidikan D2 17,94%, sementara yang berpendidikan D3 23,42%, yang berpendidikan S1 51,31%, dan yang berpendidikan S2 0,60%. Untuk jenjang SMU total guru SMU adalah 238.034 yang berpendidikan SLTA sampai D1 0,95%, D2 2,94 ; D3 23,95; S1 71,03; S2 0,33. Sedangkan dari jumlah total guru SMK 168.031 yang berpendidikan SMA-D1 sebanyak 3,54%, D2 1,82%; D3 29, 95%; S1 64, 29%; S2 0,40%. Lebih dari itu dari jumlah 7.963 guru SLB 54,63 diantaranya berpendidikan SMA-D1, yang berpendidikan D2 0,0 %; D3 4, 96%; dan S1 sebanyak 39,96%; S2 0, 45 %. Jadi, dari data seperti bisa kita ketahui bahwa jumlah guru yang belum berkualifikasi S1 adalah sebanyak 60%.
Selain itu, permasalahan yang dihadapi guru untuk mendapatkan sertifikasi profesinya adalah masalah kompetensi guru. Berdasarkan data dari direktorat kependidikan tahun 2004 tenaga kependidikan mengenai tingkat kompetensi guru yang diperoleh dari hasil tes kompetensi di semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, sesuai dengan bidang studinya menunjukkan bahwa sebagian besar guru masih kurang berkompeten untuk menjalankan aktifitas belajar mengajar. Data lebih detail mengenai hal ini bisa kita lihat dalam tabel dibawah ini:
No
Mata Uji
Jumlah Soal
Rerata
Standar Deviasi
Rendah
Tinggi
1.
Tes Umum Guru TK/SD
90
34.26
6.56
5
67
2.
Tes Umum Guru Lainnya
90
40.15
7.29
6
67
3.
Tes Bakat Skolastik
60
30.20
7.40
3
58
4.
Guru Kelas TK
80
41.95
8.62
8
66
5.
Guru Kelas SD
100
37.82
8.01
5
77
6.
Penjaskes SD
40
21.88
5.56
8
36
7.
PPKn
40
23.38
4.82
3
39
8.
Sejarah
40
16.69
4.39
3
30
9.
Bahasa Indonesia
40
20.56
5.18
2
36
10
Bahasa Inggris
40
23.37
7.13
1
39
11
Penjaskes SMP/SMA/SMK
40
13.90
5.86
2
29
12
Matematika
40
14.34
4.66
2
36
13
Fisika
40
13.24
5.86
1
38
14
Biologi
40
19.00
4.58
5
39
15
Kimia
40
22.33
4.91
8
38
16
Ekonomi
40
12.63
4.14
1
33
17
Sosiologi
40
19.09
4.93
1
30
18
Geografi
40
19.43
4.88
3
34
19
Pendidikan Seni
40
18.44
4.50
2
31
20
PLB
40
18.38
4.43
2
29






























Selain permasalahan diatas, guru juga mengalami kesulitan mendapatkan sertifikasi profesinya karena mengajar bidang studi yang tidak sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi akademisnya.

III. RANGKUMAN PERMASALAHAN

Dari permasalahan tersebut diatas bisa dirumuskan/dirangkum sebagai berikut:
a. Bagaimana meningkatkan kualifikasi guru agar dapat meningkatkan mutu
pendidikan sehingga guru bisa tersertifikasi?
b. Bagaimana meningkatkan kompetensi guru agar dapat meningkatkan mutu
pendidikan sehingga tersertifikasi?

IV. GAGASAN PEMECAHAN MASALAH
Kalau kita cermati permasalah pada point a diatas maka variable yang terkandung di dalamnya hanya ada satu, yaitu jenjang pendidikan guru yang harus S1 atau sarjana sebagaimana yang diamanatkan UU no. 14 tahun 2005 pasal 9 tentang kualifikasi akademis. Pada sisi lain kompetensi guru pada point b diatas jika dihubungkan dengan komponen portofolio dalam uji kompetensi mengandung 9 variable, yaitu: pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar,perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi akademik; karya pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum ilmiah; pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Dengan demikian, maka pemecahan dari rumusan masalah diatas harus bertumpu pada 10 komponen portofolio sehingga kelihatan unsur-unsur pendukung dan pengurai masalah dari kendala kualifikasi dan kompetensi guru untuk mendapatkan sertifikasi profesinya.
Masalah dari Ke-10 komponen portofolio tersebut bisa kita bahas dan diskusikan sebagaimana berikut ini:
1. Peningkatan Kualifikasi Akademik
Sebagaimana diketahui bersama, kesejahteraan guru belum dapat dikatakan cukup karena terbukti seseorang yang berprofesi guru tidak jarang harus mencari tambahan penghasilan diluar profesinya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, sangat bisa dipahami jika dari sekitar 2,6 juta orang guru yang masih berpendidikan DIII kebawah masih sekitar 60 persen (Sujanto:2006) . Pada titik inilah, peran pemerintah-- baik pusat, provinsi atau daerah-- untuk memberikan beasiswa program penyetaraan/D4 atau S1 menjadi penting.
Langkah nyata peningkatan kualifikasi akademis ini adalah program pemerintah seperti yang telah dilaksanakan di Provinsi Riau dan Kabupaten Pariaman. Di provinsi tersebut telah dikucurkan dana 3 Miliar untuk menyekolahkan 2.000 orang Guru SD. Perkuliahan dilaksanakan oleh Universitas Terbuka yang bekerjasama dengan UNRI dengan Metode Unit Belajar Jarak Jauh. Dengan cara ini, guru yang bersangkutan tetap mampu mengikuti perkuliahan tanpa harus meninggalkan sekolah. Sementara itu di tempat lain, dengan mengalokasikan 50 persen APBD untuk pendidikan, Kabupaten Pariaman meningkatkan kualifikasi 160 orang guru SD yang berpendidikan D1 ke Jenjang S1.
Jadi peningkatan kualifikasi akademis guru bisa ditempuh melalui pemberian beasiswa kepada guru yang berkualifikasi sarjana sebagaimana yang dituntut oleh amanat UU no. 14 tahun 2005 guna mendapatkan sertifikasi profesi.
2. Pendidikan dan Pelatihan
Peningkatan kemampuan dan kesiapan guru dalam menghadapi tuntutan perubahan, baik perubahan yang sifatnya kebijakan stuktural seperti perubahan kurikulum ataupun perubahan yang sifatnya adaptasi dari permasalahan di lapangan semisal tuntutan program daerah dalam penyusunan muatan lokal memerlukan diadakannya pendidikan dan pelatihan.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan guru (diklat guru) untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menjalankan profesinya seorang pendidik bisa dilaksanakan tidak hanya oleh instansi dinas pendidikan saja tetapi juga dilaksanakan oleh berbagai lembaga profesi ataupun organisasi masyarakat, seperti jurnalis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ataupun lembaga-lembaga pendidikan tinggi seperti Perguruan Tinggi.
Meskipun demikian, tidak semua pelatihan bisa mendapatkan nilai angka kredit. Berdasarkan Keputusan Mendikbud RI No. 025/O/1995 tentang Petunjuk teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pendidikan dan Pelatihan maupun Pelatihan Kedinasan dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan atau yang dikenal STTPL Diklat yang dianggap sesuai menurut keputusan mendikbud ini adalah jika berkenaan dengan :
· Mata pelajaran/praktik bimbingan dan konseling yang menjadi tugas guru yang bersangkutan
· Metodologi pengajaran
· Salah satu atau lebih kegiatan dalam proses belajar mengajar bimbingan dari menyusun program sampai dengan program perbaikan danpengayaan, atau tindak lanjut bimbingan dan konseling, sedang khusus guru kelas sampai dengan melaksanakan bimbingan dan konseling untuk kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Misal: pentaran tentang cara menususn satuan pelajaran, membuata soal/evaluasi belajar dan yang sejenis.
· Sekurang-kurangnya 60% dari bahan kajianyang diberikan pada penataran/latihan memiliki kesesuaian dengan bidang tugasnya.
Selanjutnya guru yang bersangkutan akan mendapatkan angka kredit berdasarkan sertifikat yang diperolehnya. Sementara itu, sertifikat itu akan diakui keabsahannya jika memuat:
· Materi kajian yang diberikan atau judul latihan yang mewakili materi yang sesuai
· Jangka waktu pelaksanaan, tanggal, hari , atau jumlah jam latihan
· Penyelenggaraanya harus jelas dan apabila diselenggarakan oleh swasta harus yang telah melembaga atau telah diakui departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Jika hal ini dilaksanakan, tentu saja selain mutu dan kualitas guru akan mengalami perubahan seiring dengan diakuinya dokumen pendidikan dan pelatihan dalam bentuk nilai angka kredit yang nantinya akan digunakan guru untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui uji sertifikasi.

3. Pengalaman Mengajar
Bukti fisik yang dapat dijadikan dasar penilaian menurut Keputusan Mendikbud RI No. 025/O/1995 tentang Petunjuk teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya adalah ‘surat pernyataan dari kepala sekolah’ bahwa yang bersangkutan melakukan kegitan proses belajar mengajar atau Praktik yang dilampiri dengan Surat Keputusan Sekolah mengenai pembagian tugas guru yang diberikan setiap tahun. Secara Rinci, kinerja guru itu juga mencakup:
· menyusun program pengajaran atau praktik
· menyajikan program pengajaran atau praktik
· mengevaluasi hasil belajar atau praktik
· menganalisis hasil evaluasi belajar atau praktik
· menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan
· menyusun dan melaksanakan program bimbingan dan konseling kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
· Membimbing siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler
· Membimbing guru dalam proses belajar mengajar atau praktik
Dengan demikian bisa dipahami bahwa salah satu kriteria penetapan peserta uji sertifikasi guru dalam jabatan oleh sekolah adalah didasarkan pada masa kerja atau pengalaman mengajar adalah berarti lamanya guru berprofesi menjadi guru. Sehingga, dengan demikian muncul masalah yang berhubungan dengan senioritas. Guru senior yang telah uzur akan mendapatkan kesempatan lebih dibandingkan dengan guru muda yang trampil dan berbakat.
Untuk mengatasi masalah ini, dibuka jalur sertifikasi prestasi yang merupakan jalan tengah dari dua jalur sertifikasi. Sebagaimana dijelaskan diatas jalur prestasi sebenarnya ada dua jalur yaitu jalur portofolio dan jalur pendidikan profesi sebelum seseorang menjadi guru. Jalur sertifikasi profesi adalah masuk ke dalam sertifikasi dalam jabatan dimana seorang guru akan dipilih, berdasarkan prestasinya bukan berdasarkan lama mengajar, untuk menjalani pendidikan selama 2 semester atau 1 tahun untuk kemudian mendapatkan sertifikasi profesi jika berhasil lulus dari pendidikan profesi ini. Jalur sertifikasi profesi berbasis prestasi ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 40 tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur Pendidikan.
4. Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
Perencanaan dalam setiap kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan utama sebelum seorang guru melaksanakan pembelajatan. Kegiatan perencanaan ini difungsikan sebagai bentuk kesiapan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas. Langkah yang bisa diupayakan untuk mengkondisikan hal ini adalah dengan mengaktifkan MGMP sekolah maupun MGMP Guru se kecamatan. Selain itu Kepala sekolah perlu untuk untuk menjalankan fungsinya sebagai supervisor yang bertugas untuk memberikan supervisi pada kesiapan perangkat mengajar guru yang didalamnya berisi perencanaan pembelajaran dan journal pembelajaran.
Dengan demikian guru bisa mendapatkan kredit point dari dokumentasi perangkat mengajarnya karena didalamnya terdapat perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

5. Penilaian Dari Atasan dan Pengawas
Penilaian atas kinerja guru dilakukan secara berkala setiap 1 tahun sekali yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam bentuk DP3. Selama ini dalam hal penerimaan DP3 seorang guru tidak dijumpai ada kendala, kecuali dalam hal yang sangat khusus seperti adanya pelanggaran kode etik dari seorang guru. Maka hal itu akan memberikan nilai buruk bagi guru yang bersangkutan. Sehingga ini akan menyulitkan di dalam seleksi sertifikasi guru tersebut.
Untuk mengatasi masalah seperti ini, perlu diadakan pendekatan kekeluargaan di lingkungan guru dan karyawan. Hal itu bisa dilakukan dengan cara mengadakan arisan keluarga atau wisata bersama. Jika rasa kekeluargaan ini terbangun maka potensi masalah dan konflik yang dihadapi guru dan kepala sekolah bisa diminimalisir dan diselesaikan. Dengan demikian hal ini tidak berlanjut pada DP3 guru yang bersangkutan yang berakibat tidak lolosnya guru dalam uji sertifikasi.
6. Prestasi Akademik;
Prestasi akademik merupakan prestasi guru dibidang akademik termasuk didalamnya mengikuti lomba-lomba guru berprestasi baik ditingkat nasional maupun internasional, menemukan karya-karya monumental, pembimbingan teman sejawat/siswa seperti sebagai instruktur, guru inti atau tutor atau pemandu, dan pembimbingan siswa sampai ke tingkat nasional atau internasional.
Kendala yang dijumpai dalam kaitannya dengan kegiatan sertifikasi guru adalah :
1. Rendahnya etos kerja guru dalam upaya peningkatan prestasi diri seperti :
a. Minimnya minat guru dalam mengikuti lomba-lomba tingkat nasional atau internasional
b. Minimnya kegiatan guru dalam melakukan riset-riset atau penelitian.
2. Kurangnya kesempatan guru muda untuk menjadi guru pembimbing siswa dalam menyiapkan lomba-lomba tingkat nasional atau internasional. Prinsip senioritas masih dijalankan dalam menentukan kebijakan kepala sekolah dalam menunjuk guru pembimbing siswa berprestasi.

Dari permasalahan-permasalahan diatas maka sebagai solusi dalam hal prestasi akademik adalah
1. Harus ada upaya pemerintah dalam menumbuhkan minat guru dalam mengikuti lomba-lomba guru berprestasi, seperti adanya reward/ hadiah yang membagakan bagi guru-guru yang berprestasi seperti percepatan kenaikan pangkat/golongan, peningkatan insentif gaji yang signifikan dan lain-lain
2. Adanya pembimbingan guru untuk melakukan riset-riset dan adanya kesempatan untuk melakukan kegiatan tersebut seperti memberikan dispensasi dengan pengurangan jam mengajar bagi guru yang akan melakukan riset.
3. Penunjukan guru pembimbing siswa berprestasi hendaknya tidak didasarkan atas senioritas, tetapi ditunjuk dalam bentuk tim guru bidang studi, sehingga semua guru memperoleh pengalaman dalam membimbing siswa berprestasi.
7. Karya Pengembangan Profesi
Karya pengembangan profesi menurut Sulipan (2007) meliputi kegiatan berikut ini:
a. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) di bidang pendidikan;
b. Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;
c. Menciptakan karya seni;
d. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;
e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Langkah nyata yang bisa dilakukan dari karya pengembangan profesi ini bisa dijabarkan sebagaimana berikut:
a. Melakukan kegiatan karya tulis ilmiah (KTI) di bidang pendidikan
Langkah nyata yang perlu dilakukan dalam mendukung guru untuk membuat dan menyelesaikan karya tulis ilmiah terutama yang berbasis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berdampak pada kinerja guru dikelas menurut Suhardjono (2006:1) ada dua hal yaitu: (a) mensosialisasikan informasi dan melakukan pelatihan ketrampilan yang benar tentang peran dan cara pembuatan KTI untuk menunjang pengembangan profesinya, dan (b) pemberian fasilitas dan penciptaan kondisi kondusif agar para guru mempunyai motivasi positif untuk meningkatkan profesionalismenya. Yang mana kedua hal ini seharusnya tidak hanya diperhatikan oleh Diknas saja melainkan juga pemerintah daerah.
Sosialisasi informasi tentang KTI bisa di lakukan dengan membentuk Forum Ilmiah Pendidik (FIP) yang strukturnya berisi guru-guru yang berpengalaman dan telah terlatih, tentunya oleh PMPTK, yang kemudian mengundang dan mengadakan workshop dan konsultasi KTI khususnya yang berbentuk PTK di tiap kabupaten. Proses konsultasi ini selain melalui FIP, sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 2007 lalu, juga bisa dilakukan melalui internet yang dipandu oleh para ahli. Sehingga, guru bisa mendapatkan ’pencerahan’ akan masalah yang timbul dari kelas yang pada gilirannya bisa bermanfaat bagi pendidik itu sendiri, siswa dan sekolah yang bersangkutan.
Sementara itu, langkah nyata dalam pemberian fasilitas dan penciptaan kondisi kondusif agar para guru mempunyai motivasi positif untuk meningkatkan profesionalismenya adalah dengan pemberian block grant penelitian dan pengadaan lomba PTK di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional dengan memanfaatkan moment Hardiknas atau Harkitnas. Selain itu, sekolah juga harus memberikan iklim yang kondusif dengan saling mendukung dan menyemangati rekan sejawat, bukan malah sebaliknya. Dalam hal ini peran kepala sekolah sebagai manager dan supervisor, serta leader diperlukan.
b. Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;
Sekolah memotivasi para guru dengan memberikan dan mendanai kegiatan guru dalam membuat alat peraga atau alat bimbingan dengan dana pengembangan mutu yang ada di tiap sekolah serta memberinya imbalan yang pantas. Hal ini dimungkinkan mengingat kepala sekolah juga harus memfungsikan dirinya sebagai entrepeneur (Sudrajat, 2008).
c. Menciptakan karya seni;
Komunitas seni terutama karya tulis pemula seperti Forum Lingkar Pena sangat sesuai jika dikolaborasikan dengan para guru dan organisasi guru, sehingga menghasilkan karya seni dengan nuansa humanis-edukatif yang kemanfaatannya akan bisa dirasakan masyarakat luas. Jadi, langkah nyata yang dapat dilakukan untuk memotivasi guru untuk menciptakan karya seni adalah dengan melibatkannya dalam komunitas seni.
d. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;
Untuk mendorong guru menemukan dan membuat teknologi tepat guna bisa dilakukan langkah sebagaimana pada point b diatas.
e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Agar guru mengikti kegiatan pengembangan kurikulum, kepala sekolah perlu untuk menugaskan guru untuk mengikuti workshop, seminar, atau pelatihan yang dilakukan oleh pihak pemerintah atau LPTK. Dengan langkah ini maka kegiatan guru akan terdokumentasikan dalam bentuk sertifikat pengembangan kurikulum.
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah;
Keikutsertaan dalam forum ilmiah yaitu partisipasi dalam kegiatan ilmiah, seperti: Seminar, Workshop, Lokakarya yang relevan dengan bidang tugasnya pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai nara sumber pemakalah maupun sebagai peserta. Bukti fisik yang dilampirkan berupa makalah dan sertifikat/piagam bagi nara sumber, dan sertifikat/piagam bagi peserta.

Permasalahan
1. Terbatasnya anggaran pendidikan untuk kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga jumlah guru yang dapat mengikuti kegitan ini sangat sedikit, kalaupun itu ada yang akan ditugaskan oleh dinas atau sekolah setempat adalah guru yang dikenal dan mudah dihubungi sehinggaterjadi ketidakmerataan kesempatan.
2. Terbatasnya jumlah peserta yang memiliki bukti fisik berupa piagam atau sertifikat keikut sertaan dalam forum ilmiah menyebabkan ketika seorang oknum guru masuk menjadi peserta sertifikasi melakukan tindak pemalsuan bukti fisik denngan foto copy atau scaner



Alternatif Pemecahan
1. Kegiatan ilmiah yang relevan dengan pendidikan untuk peningkatan mutu guru dapat dilakukan oleh lembaga kependidikan di luar kedinasan seperti; Yayasan, Konsorsium, LSM Pendidikan untuk menjaga kredibilitas penyelenggaraan forum ilmiah tersebut hendaknya memperoleh rekomendasi dari LPMP atau dari Dinas Pendidikan setempat tetapi hendaknya hal itu tidak justru menyulitkan penyelenggaraan dan menjadi sumber korupsi
2. Pengajuan bukti fisik pengajuan sertifikasi guru dalam bentuk porto folio hendaknya tidak sekedar berupa foto copy tetapi hendaknya menyertakan aslinya,
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial yaitu pengalaman guru menjadi pengurus organisasi kependidikan dan sosial dan atau mendapat tugas tambahan. Pengurus organisasi di bidang kependidikan antara lain: pengurus PGRI, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI), Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indoensia (ISMaPI), dan asosiasi profesi kependidikan lainnya. Pengurus organisasi sosial antara lain: ketua RT, ketua RW, ketua LMD/BPD, dan pembina kegiatan keagamaan. Mendapat tugas tambahan lain: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua jurusan, kepala lab, kepala bengkel, kepala studio. Bukti fisik yang dilampirkan adalah surat keputusan atau surat keterangan dari pihak yang berwenang.

Permasalahan
Peran guru di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya, karena diaanggap masyarakat sebagai tokoh yang patut digugu dan ditiru, memiliki pengalaman dan entengan maka memiliki peran diberbagai bidang sosial mulai dari sebagai pengurus RT, Ta,mir masjid, pembina remaja, BPD, LPMD dll. Tetapi berbagai kegiatan tersebut sering tidak disertai bukti-bukti administrasi seperti Surat Keputusan atau bukti lain yang apalagi terdokumentasikan

Pemecahan:
Setiap peran sosial yang dilakukan guru hendaknya dapat diterbitkan surat keputusan atau surat ketarangan sesuai dengan peran sosial yang dilakukan disamping itu dari pihak guru sendiri hendaknya mendokumentasikan semua kegiatan sosial yang dilakukan di masyarakat.
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan yaitu penghargaan yang diperoleh karena guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), kualitatif (komitmen, etos kerja), dan relevansi (dalam bidang/rumpun bidang), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik yang dilampirkan berupa fotokopi sertifikat, piagam, atau surat keterangan.

Permasalahan :
Guru selama ini dibuai dengan slogan: ”Pahlawan tanpa tanda jasa” sekalipun berbakti hingga akhir usia dengan penuh dedikasi tidak pernah ada yang memperperjuangkan untuk memperoleh penghargaan setya bakti, juga bagi guru yang memperjuang masyarakat untuk memperoleh hak pendidikan atau melayani pendidikan pendidikan anak di daerah terpencil sendiri bertahun-tahun tidak ada yang istimewa. Guru profesi mulia yang sering terabaikan

Penyelesaian
UU no 14 tahun 2005 mengatur pemberian penghargaan bagi guru, supaya obyketif dan diserahkan kepada orang yang layak hendaknya dibuat kisi-kisi kreteria penyerahan penghargaan dengan kategorinya, bukan saja ada perhatian yang secara psikologis memotivasi untuk lebih berdedikasi tetapi juga harus difikirkan bagaimana meningkatkan kesejahteraannya
V. SIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat di tarik beberapa kesimpulan antara lain :
1. Bahwa sertifikasi guru adalah harga mutlak untuk meningkatkan kompetensi guru
2. Namun dalam pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan sehingga apa yang diinginkan dari program sertifikasi dapat tercapai dengan baik
3. Dengan sertifikasi yang baik maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan


DAFTAR PUSTAKA


1. Jalal Fasli Dr., Supriadi Dedi Prof. Dr. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta : Adicita Karya Nusa.
2. Mandalika J. 1996 . Proses Perencanaan Pendidikan. Surabaya : LPM IKIP.
3. Pidarta Made Prof. Dr. 2004 . Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
4. -----------. 2003. Rp. 3 M Untuk Peningkatan Kompetensi Guru. www.riau.go.id
5. Sujanto, Bedjo. 2006. Guru: Antara Harapan dan Kenyataan. www.suarapembaruan.com
6. ---------------. 2008. Pendidikan Gratis dan 50 Persen APBD Untuk Pendidikan. www.smu-net.com
7. Sulipan. 2007.Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. www.ktiguru.org
8. Suhardjono. 2006. Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah. www.ktiguru.org
9. Sudrajat, akhmad.2008. Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah. www.akhmadsudrajat.wordpress.com
10. ---------------, 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan . Jakarta : Depag
11. ------------, 1995. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 025/O/1995 tentagn petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Krediktnya. Jakarta: Dikdasmen Depdikbud